Pemuda atau dalam hal ini
Mahasiswa adalah ujung tombak sebuah Negara, karena ditangan pemudalah
diharapkan sebuah perubahan menuju kesejahteraan bangsa. Tanpa ada diskriminasi
antara golongan, suku, ras, dan agama. Seperti corak perjuangan seorang Guru
Bangsa Negeri ini yaitu: Gus Dur yang mengatakan untuk membela kaum mustadapin
(kaum tertindas).
Definisi yang
pertama, Pemuda adalah individu yang bila dilihat secara fisik sedang mengalami
perkembangan dan secara psikis sedang mengalami perkembangan emosional,
sehingga pemuda merupakan sumber daya manusia pembangunan baik saat ini maupun
masa datang. Sebagai calon generasi penerus yang akan menggantikan generasi
sebelumnya. Secara internasional,WHO menyebut sebagai” young people” dengan
batas usia 10-24 tahun, sedangkan usia 10-19 tahun disebut ”adolescenea” atau
remaja. International Youth Year yang diselenggarakan tahun 1985,
mendefinisikan penduduk berusia 15-24 tahun sebagai kelompok pemuda.
Definisi yang
kedua, pemuda adalah individu dengan karakter yang dinamis, bahkan bergejolak
dan optimis namun belum memiliki pengendalian emosi yang stabil. Pemuda
menghadapi masa perubahan sosial maupun kultural.
Sedangkan
menurut draft RUU Kepemudaan, Pemuda adalah mereka yang berusia antara 18
hingga 35 tahun. Memilik dari sisi usia maka pemuda merupakan masa perkembangan
secara biologis dan psikologis. Oleh karenanya pemuda selalu memiliki aspirasi
yang berbeda dengan aspirasi masyarakat secara umum. Dalam makna yang positif
aspirasi yang berbeda ini disebut dengan semangat pembaharu.
Dalam kosakata bahasa Indonesia, pemuda juga dikenal dengan sebutan generasi muda dan kaum muda. Seringkali terminologi pemuda, generasi muda, atau kaum muda memiliki definisi beragam. Definisi tentang pemuda di atas lebih pada definisi teknis berdasarkan kategori usia sedangkan definisi lainnya lebih fleksibel. Dimana pemuda/ generasi muda/kaum muda adalah mereka yang memiliki semangat pembaharu dan progresif.
Dalam kosakata bahasa Indonesia, pemuda juga dikenal dengan sebutan generasi muda dan kaum muda. Seringkali terminologi pemuda, generasi muda, atau kaum muda memiliki definisi beragam. Definisi tentang pemuda di atas lebih pada definisi teknis berdasarkan kategori usia sedangkan definisi lainnya lebih fleksibel. Dimana pemuda/ generasi muda/kaum muda adalah mereka yang memiliki semangat pembaharu dan progresif.
Pemuda (Mahasiswa) yang
diharapkan sebagai agen of change, social of control, dan moral of course dalam
membawa bangsa ini menuju kesejahteraan. Tapi justru Mahasiswa sekarang
mengalami kemunduran, bahkan dikhawatirkan tidak bisa membawa perubahan. Karena
masyarakat sebagai objek perjuangan Mahasiswa, sekarang terjadi sekte atau ada
kemudian jarak yang memisahkan antara Mahasiswa dan Masyarakat.
Ini ditandai oleh beberapa
pergerakan Mahasiswa yang tidak mendapatkan dukungan dan respon positif dari
Masyarakat. Padahal yang diperjuangkan oleh Mahasiswa adalah kepentingan mereka
juga. Tidak hanya itu bahkan disejumlah aksi demonstrasi Mahasiswa terkadang
berujung dengan bentrok dengan Masyarakat. Entah apa yang menyebabkan demikin,
tapi menurut pengamatan saya bahwa mereka tidak saling menganggap sebagai teman
seperjuangan.
Banyak juga yang beranggapan
bahwa ada yang menjadi provokator dibalik kejadian tersebut. Bukan hanya itu
yang menjadi penyebab, tapi ada juga beberapa faktor yang melatarbelakangi
peristiwa tersebut.
1.
Kurangnya
kegiatan Mahasiswa yang bersentuhan lansung dengan Masyarakat.
2.
Tidak
adanya sosialisasi yang massif antara Mahasiswa dan Masyarakat.
3.
Kurangnya
kesadaran dari Masyarakat itu sendiri.
Bukan hanya masalah tersebut di
atas yang dihadapi oleh Mahasiswa. Terdapat juga masalah internal yang
menghambat gerakan Mahasiswa. Seperti :
1.
Kemunduran
intelektual Mahasiswa.
2.
Persatuan
di dunia Mahasiswa.
3.
Konflik
yang terjadi antar Mahasiswa.
4.
Tekanan
dari pihak birokrasi
5.
Tumbuhnya
sifat apatisme, hedonisme, dan idividualisme.
6.
Kemundurun
idealism Mahasiswa.
Untuk membuat gerakan Mahasiswa
memiliki dampak yang signifikan terhadap perubahan tatanan sosial dalam
mewujudkan kesejahteraan bangsa perlu kajian yang mendalam mengenai penghambat
diatas.
Kemunduran intelektual terjadi
akibat sejumlah kebijakan birokrasi yang membelenggu Mahasiswa. Seperti aturan
yang baru saja disahkan oleh dikti yaitu mengenai batas waktu kuliah 5 tahun.
Selain itu Mahasiswa juga ditekan lewat biaya pendidikan yang semakin hari
semakin mahal. Fenomena ini menggiring Mahasiswa kelembah individualisme.
Lembah dimana tidak ada interaksi antar Mahasiswa, karena semua fokus dengan
kepentingan pribadi (Sarjana). Ironisnya lagi keadaan ini secara perlahan-lahan
mengikis nilai-nilai sosial dan nilai-nilai kemanusian antara Mahasiswa dan
Manusia pada umumnya. Individualisme ini kemudian menjadikan Mahasiswa apatis
dan menimbulkan jarak antara sesama manusia.Konflik dengan mudah terjadi
dikalangan Mahasiswa, pemicunya pun beragam. Mulai dari masalah pribadi,
organisasi, sampai masalah yang sangat krusial yaitu suku atau etnis.
Sebelum kita berbicara peran
Mahasiswa dalam menciptakan kesejahteraan bangsa. Terlebih dulu kita jawab
persoalan-persolan yang timbul di dunia Mahasiswa. Saya kira informasi diatas
sudah sangat jelas memberikan gambaran kepada kita semua mengenai realitas yang
terjadi. Kita pun tidak bisa terlena melihat fenomena tersebut, sebagai seorang
yang diharapkan oleh bangsa dalam mewujudkan kesejahteraan, perlu sebuah langkah
kongkrit dalam menanggapi masalah tersebut. Kita memulai dari diri sendiri,
keluarga, lingkungan sampi masyarakat luas.Kesadaran menjadi penopang utama
dalam perubahaan, setelah itu diwujudkan dalam sebuah aksi nyata.
Saya teringat dangan tulisan Gus
Dur yang memberi inspirasi serta membawa perubahan banyak kepada Negeri ini.
Tulisannya berjudul "Menjaga Silaturahim, Mewujudkan Harmoni", di
dalam tulisan ini Gus Dur menganjurkan agar kita selalu menjaga silaturahin
antar sesama meski orang yang berbeda pandangan bahkan keyakinan dengan kita.
Silaturahim lah yang akan mencairkan kebekuan dan menjaga harmoni atau
keselarasan sosial. Menjaga silaturahim dengan mereka justeru akan menunjukkan
betapa ajar Islam itu sangat luhur dan mulia dan tetap membuka kesempatan untuk
pendirian mereka.
Seperti diceritakan al-Qusyairi
dalam ar-Risalah : Saya mendengar seorang ulama mengabarkan, "seorang
Majusi mengundang Ibrahim as makan. Ibrahim menjawab, 'aku mau menerima
undanganmu dengan satu syarat, yaitu bahwa engkau memeluk Islam. 'Mendengar
jawaban Ibrahim itu, orang Majusi itu lalu pergi. Kemudian Allah SWT menurunkan
wahyu kepada Ibrahim, 'selama lima puluh tahun Kami (Allah) telah memberinya
makan sekalipun orang ia kafir. (Apa salahnya) jika engkau menerima seporsi
makanan darinya tanpa menuntutnya mengganti agama?' Ibrahim kemudian mengejar
si Majusi itu, lalu meminta maaf kepadanya. Ketika si Majusi bertanya kenapa ia
minta maaf, Ibrahim menceritakan apa yang telah terjadi, dan orang Majusi itu
kemudian masuk islam."
Silaturahim bukan hanya
menunjukkan kematangan dan kedewasaan, tetapi juga sering menjadi media yang
mampu membuka hati orang-orang yang berbeda pandangan. Dan itulah mengapa Gus
Dur dikagumi oleh pengikut dan juga lawan-lawan politiknya.
Bukan hanya itu, Sang Guru bangsa
(Gus Dur) dalam perjalana hidupnya senantiasa memberikan kita sebuah
pembelajaran yang begitu kaya. Mulai dari bagaimana beliau berjuang untuk kaum
minoritas sampai kaum tertindas. Gus Dur dalam bukunya Humanisme
Gus Dur, Pergumulan Islam dan Kemanusiaan yaitu : Gus Dur berangkat dari tradisi maqashid
as-syari'ah (tujuan utama syariat) yang menetapkan perlindungan terhadap
hak asasi manusia. Pemuliaan kemanusiaan dalam bentuk perlindungan terhadap HAM
inilah yang Gus Dur sebut sebagai nilai-nilai universal lslam. Demi penegakan
nilai-nilai universal tersebut, Gus Dur mensyaratkan sikap kosmopolitan, yakni
keterbukaan pandangan lslam kepada peradaban lain. Artinya, untuk menegakkan
universalisme lslam, dibutuhkan keberislaman yang modern. Sebab, persoalan
kemanusiaan kontemporer hanya bisa ditangani oleh sarana dan sistem
sosial-politik modern.
Jika ditelusuri lebih mendalam,
humanisme Islam Gus Dur merujuk pada humanisme komunitarian yang mengarah pada
pembentukan struktur masyarakat yang adil. Setidaknya ada tiga pilar yang
membentuk struktur tersebut: 1) demokrasi (syura); 2) keadilan (‘adalah);
dan 3) persamaan di depan hukum (musawah). Gus Dur menyebut ini
sebagai Weltanschauung (pandangan-dunia) Islam. Apa yang telah
dilakukan Gus Dur untuk memperjuangkan humanisme komunitarian ini? Pada ranah
historis, Gus Dur sejak pertengahan tahun 1970-an hingga akhir 1980-an
mengupayakan keadilan sosial vis-a-vis developmentalisme Orde Baru. Gus Dur
bahkan sempat menjadi pemimpin redaksi jurnal Wawasan yang memuat pemikiran
pembangunan alternatif sebagai counter discourse atas pembangunanisme
negara. (hlm. 68). Salah satu hasil rumusan Gus Dur adalah sebuah makalah
bertajuk Development by Developing Ourselves (makalah seminar The
Study Days on ASEAN Development, Malaysia, 1979) yang menetapkan garis-garis
pembebasan sosial-politik dari lslam. (hlm. 28).
Dalam wilayah politik, Gus Dur mengkritik demokrasi negara.
Gus Dur dalam sebuah wawancara di koran menyebut demokrasi negeri ini sebagai
"Demokrasi Seolah-olah", yakni seolah-olah demokrasi, padahal tidak
demokratis. Gus Dur juga menyebutnya sebagai “demokrasi institusional” yang
terbatas pada instutusi negara. Negara melarang kegiatan demokrasi berbasis
sipil dengan alasan telah ada lembaga-lembaga demokrasi, semacam DPR, MPR, dan
pemerintah.
Bagi Gus Dur, demokrasi harus menjadi kualitas kehidupan
politik. Pada tahun 1992, Gus Dur bahkan telah menggagas lahirnya Mahkamah
Konstitusi yang menjadi jembatan antara masyarakat dengan negara. Tugasnya
antara lain melakukan judicial review atas UU yang menindas rakyat.
Pasalnya, negara seringkali menggunakan tafsir tunggal atas konstitusi.
Hebatnya, ide brilian ini lahir di saat banyak kalangan belum memikirkannya
sama sekali.
Dalam hal persamaan di hadapan hukum (musawah),
ketika menjabat sebagai presiden, Gus Dur lebih banyak tergerak dalam proyek
membela minoritas. Sebut saja misalnya, memulihkan hak politik anak cucu PKI
yang diberangus rezim Orba. Selain itu, Gus Dur juga memberikan suaka budaya
kepada minoritas Tionghoa yang selama ini tidak diakui negara. Dibukanya kran
kebebasan melaksanakan perayaan Imlek (tahun baru China) tak ayal membuat warga
keturunan Tiongkok menyematkan gelar Bapak Tionghoa kepada Gus Dur.
Pertanyaannya kemudian, apa makna humanisme Islam menurut Gus
Dur? Yakni nilai-nilai kemanusiaan yang berpijak dari nilai Islam. Setidaknya
ada dua hal. Pertama, kemanusiaan yang ditetapkan oleh Allah (human dignity).
Cara tuhan memuliakan manusia: 1) menjadikannya dalam bentuk yang paling
sempurna, tidak terbatas fisik, namun juga psikis dan rohani; 2) mengangkat
manusia sebagai wakil-Nya di muka bumi untuk mewujudkan kesejahteraan bagi
sesama.
Perlindungan atas lima hak dasar manusia (ushul
al-khamsah): 1) hak hidup (hifdz al-nafs); 2) hak beragama (hifdz
al-din); 3) hak berpikir (hifdz al-aql); 4) hak kepemilikan (hifdz
al-mal); dan 5) hak berkeluarga (hifdzu al-nasl). (hlm. 65). Dari
sinilah dibutuhkan pendirian “negara kesejahteraan” lslam, bukan negara lslam.
Jika yang terakhir merujuk pada pendirian negara berdasarkan formalisme syariat
lslam, maka yang pertama merujuk pada negara yang bertujuan menegakkan tujuan
utama syariat, yang bermuara pada kesejahteraan rakyat. “Negara kesejahteraan”
lslam ini bisa berbentuk negara-bangsa modern, yang diterangi oleh nilai-nilai
etis lslam. Pada titik ini, dibutuhkanlah struktur masyarakat yang demokratis,
adil, yang menganut equality before the law.
Kutipan diatas saya kira sudah cukup memberikan kita sebuah
kesadaran mengenai masalah-masalah yang dihadapi oleh Pemuda (Mahasiswa). Bahwa
silaturahim lah yang akan membuat gerakan Mahasiswa semakin massif. Juga
menumbuhkan semangat kaum muda dari sudut pandang yang berbeda. Bahwa
perjuangan kaum mudah tidak hanya sekedar sebagai tanggung jawab sebagi Pemuda,
tapi lebih dalam kita melihat bahwa ada banyak nilai yang terkandung dalam
perjuangan tersebut. Misalnya nilai-nilai keislaman serta nilai-nilai
kemanusiaan. Juga kita bisa memetik sebuah metodologi yang digunakan Bapak
kemanusian dalam mewujudkan sebuah perubahan yang ideal.