Senin, 10 November 2014

REALITAS PEMUDAH (MAHASISWA)

Pemuda atau dalam hal ini Mahasiswa adalah ujung tombak sebuah Negara, karena ditangan pemudalah diharapkan sebuah perubahan menuju kesejahteraan bangsa. Tanpa ada diskriminasi antara golongan, suku, ras, dan agama. Seperti corak perjuangan seorang Guru Bangsa Negeri ini yaitu: Gus Dur yang mengatakan untuk membela kaum mustadapin (kaum tertindas). 

Definisi yang pertama, Pemuda adalah individu yang bila dilihat secara fisik sedang mengalami perkembangan dan secara psikis sedang mengalami perkembangan emosional, sehingga pemuda merupakan sumber daya manusia pembangunan baik saat ini maupun masa datang. Sebagai calon generasi penerus yang akan menggantikan generasi sebelumnya. Secara internasional,WHO menyebut sebagai” young people” dengan batas usia 10-24 tahun, sedangkan usia 10-19 tahun disebut ”adolescenea” atau remaja. International Youth Year yang diselenggarakan tahun 1985, mendefinisikan penduduk berusia 15-24 tahun sebagai kelompok pemuda.

Definisi yang kedua, pemuda adalah individu dengan karakter yang dinamis, bahkan bergejolak dan optimis namun belum memiliki pengendalian emosi yang stabil. Pemuda menghadapi masa perubahan sosial maupun kultural.

Sedangkan menurut draft RUU Kepemudaan, Pemuda adalah mereka yang berusia antara 18 hingga 35 tahun. Memilik dari sisi usia maka pemuda merupakan masa perkembangan secara biologis dan psikologis. Oleh karenanya pemuda selalu memiliki aspirasi yang berbeda dengan aspirasi masyarakat secara umum. Dalam makna yang positif aspirasi yang berbeda ini disebut dengan semangat pembaharu.
Dalam kosakata bahasa Indonesia, pemuda juga dikenal dengan sebutan generasi muda dan kaum muda. Seringkali terminologi pemuda, generasi muda, atau kaum muda memiliki definisi beragam. Definisi tentang pemuda di atas lebih pada definisi teknis berdasarkan kategori usia sedangkan definisi lainnya lebih fleksibel. Dimana pemuda/ generasi muda/kaum muda adalah mereka yang memiliki semangat pembaharu dan progresif.

Pemuda (Mahasiswa) yang diharapkan sebagai agen of change, social of control, dan moral of course dalam membawa bangsa ini menuju kesejahteraan. Tapi justru Mahasiswa sekarang mengalami kemunduran, bahkan dikhawatirkan tidak bisa membawa perubahan. Karena masyarakat sebagai objek perjuangan Mahasiswa, sekarang terjadi sekte atau ada kemudian jarak yang memisahkan antara Mahasiswa dan Masyarakat.

Ini ditandai oleh beberapa pergerakan Mahasiswa yang tidak mendapatkan dukungan dan respon positif dari Masyarakat. Padahal yang diperjuangkan oleh Mahasiswa adalah kepentingan mereka juga. Tidak hanya itu bahkan disejumlah aksi demonstrasi Mahasiswa terkadang berujung dengan bentrok dengan Masyarakat. Entah apa yang menyebabkan demikin, tapi menurut pengamatan saya bahwa mereka tidak saling menganggap sebagai teman seperjuangan. 

Banyak juga yang beranggapan bahwa ada yang menjadi provokator dibalik kejadian tersebut. Bukan hanya itu yang menjadi penyebab, tapi ada juga beberapa faktor yang melatarbelakangi peristiwa tersebut.
1.      Kurangnya kegiatan Mahasiswa yang bersentuhan lansung dengan Masyarakat.
2.      Tidak adanya sosialisasi yang massif antara Mahasiswa dan Masyarakat.
3.      Kurangnya kesadaran dari Masyarakat itu sendiri.
Bukan hanya masalah tersebut di atas yang dihadapi oleh Mahasiswa. Terdapat juga masalah internal yang menghambat gerakan Mahasiswa. Seperti :
1.      Kemunduran intelektual Mahasiswa.
2.      Persatuan di dunia Mahasiswa.
3.      Konflik yang terjadi antar Mahasiswa.
4.      Tekanan dari pihak birokrasi
5.      Tumbuhnya sifat apatisme, hedonisme, dan idividualisme.
6.      Kemundurun idealism Mahasiswa.

Untuk membuat gerakan Mahasiswa memiliki dampak yang signifikan terhadap perubahan tatanan sosial dalam mewujudkan kesejahteraan bangsa perlu kajian yang mendalam mengenai penghambat diatas.
Kemunduran intelektual terjadi akibat sejumlah kebijakan birokrasi yang membelenggu Mahasiswa. Seperti aturan yang baru saja disahkan oleh dikti yaitu mengenai batas waktu kuliah 5 tahun. Selain itu Mahasiswa juga ditekan lewat biaya pendidikan yang semakin hari semakin mahal. Fenomena ini menggiring Mahasiswa kelembah individualisme. Lembah dimana tidak ada interaksi antar Mahasiswa, karena semua fokus dengan kepentingan pribadi (Sarjana). Ironisnya lagi keadaan ini secara perlahan-lahan mengikis nilai-nilai sosial dan nilai-nilai kemanusian antara Mahasiswa dan Manusia pada umumnya. Individualisme ini kemudian menjadikan Mahasiswa apatis dan menimbulkan jarak antara sesama manusia.Konflik dengan mudah terjadi dikalangan Mahasiswa, pemicunya pun beragam. Mulai dari masalah pribadi, organisasi, sampai masalah yang sangat krusial yaitu suku atau etnis.

Sebelum kita berbicara peran Mahasiswa dalam menciptakan kesejahteraan bangsa. Terlebih dulu kita jawab persoalan-persolan yang timbul di dunia Mahasiswa. Saya kira informasi diatas sudah sangat jelas memberikan gambaran kepada kita semua mengenai realitas yang terjadi. Kita pun tidak bisa terlena melihat fenomena tersebut, sebagai seorang yang diharapkan oleh bangsa dalam mewujudkan kesejahteraan, perlu sebuah langkah kongkrit dalam menanggapi masalah tersebut. Kita memulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan sampi masyarakat luas.Kesadaran menjadi penopang utama dalam perubahaan, setelah itu diwujudkan dalam sebuah aksi nyata.

Saya teringat dangan tulisan Gus Dur yang memberi inspirasi serta membawa perubahan banyak kepada Negeri ini. Tulisannya berjudul "Menjaga Silaturahim, Mewujudkan Harmoni", di dalam tulisan ini Gus Dur menganjurkan agar kita selalu menjaga silaturahin antar sesama meski orang yang berbeda pandangan bahkan keyakinan dengan kita. Silaturahim lah yang akan mencairkan kebekuan dan menjaga harmoni atau keselarasan sosial. Menjaga silaturahim dengan mereka justeru akan menunjukkan betapa ajar Islam itu sangat luhur dan mulia dan tetap membuka kesempatan untuk pendirian mereka.

Seperti diceritakan al-Qusyairi dalam ar-Risalah : Saya mendengar seorang ulama mengabarkan, "seorang Majusi mengundang Ibrahim as makan. Ibrahim menjawab, 'aku mau menerima undanganmu dengan satu syarat, yaitu bahwa engkau memeluk Islam. 'Mendengar jawaban Ibrahim itu, orang Majusi itu lalu pergi. Kemudian Allah SWT menurunkan wahyu kepada Ibrahim, 'selama lima puluh tahun Kami (Allah) telah memberinya makan sekalipun orang ia kafir. (Apa salahnya) jika engkau menerima seporsi makanan darinya tanpa menuntutnya mengganti agama?' Ibrahim kemudian mengejar si Majusi itu, lalu meminta maaf kepadanya. Ketika si Majusi bertanya kenapa ia minta maaf, Ibrahim menceritakan apa yang telah terjadi, dan orang Majusi itu kemudian masuk islam."

Silaturahim bukan hanya menunjukkan kematangan dan kedewasaan, tetapi juga sering menjadi media yang mampu membuka hati orang-orang yang berbeda pandangan. Dan itulah mengapa Gus Dur dikagumi oleh pengikut dan juga lawan-lawan politiknya.

Bukan hanya itu, Sang Guru bangsa (Gus Dur) dalam perjalana hidupnya senantiasa memberikan kita sebuah pembelajaran yang begitu kaya. Mulai dari bagaimana beliau berjuang untuk kaum minoritas sampai kaum tertindas. Gus Dur dalam bukunya Humanisme Gus Dur, Pergumulan Islam dan Kemanusiaan yaitu : Gus Dur berangkat dari tradisi maqashid as-syari'ah (tujuan utama syariat) yang menetapkan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Pemuliaan kemanusiaan dalam bentuk perlindungan terhadap HAM inilah yang Gus Dur sebut sebagai nilai-nilai universal lslam. Demi penegakan nilai-nilai universal tersebut, Gus Dur mensyaratkan sikap kosmopolitan, yakni keterbukaan pandangan lslam kepada peradaban lain. Artinya, untuk menegakkan universalisme lslam, dibutuhkan keberislaman yang modern. Sebab, persoalan kemanusiaan kontemporer hanya bisa ditangani oleh sarana dan sistem sosial-politik modern.

Jika ditelusuri lebih mendalam, humanisme Islam Gus Dur merujuk pada humanisme komunitarian yang mengarah pada pembentukan struktur masyarakat yang adil. Setidaknya ada tiga pilar yang membentuk struktur tersebut: 1) demokrasi (syura); 2) keadilan (‘adalah); dan 3) persamaan di depan hukum (musawah). Gus Dur menyebut ini sebagai Weltanschauung (pandangan-dunia) Islam. Apa yang telah dilakukan Gus Dur untuk memperjuangkan humanisme komunitarian ini? Pada ranah historis, Gus Dur sejak pertengahan tahun 1970-an hingga akhir 1980-an mengupayakan keadilan sosial vis-a-vis developmentalisme Orde Baru. Gus Dur bahkan sempat menjadi pemimpin redaksi jurnal Wawasan yang memuat pemikiran pembangunan alternatif sebagai counter discourse atas pembangunanisme negara. (hlm. 68). Salah satu hasil rumusan Gus Dur adalah sebuah makalah bertajuk Development by Developing Ourselves (makalah seminar The Study Days on ASEAN Development, Malaysia, 1979) yang menetapkan garis-garis pembebasan sosial-politik dari lslam. (hlm. 28).

Dalam wilayah politik, Gus Dur mengkritik demokrasi negara. Gus Dur dalam sebuah wawancara di koran menyebut demokrasi negeri ini sebagai "Demokrasi Seolah-olah", yakni seolah-olah demokrasi, padahal tidak demokratis. Gus Dur juga menyebutnya sebagai “demokrasi institusional” yang terbatas pada instutusi negara. Negara melarang kegiatan demokrasi berbasis sipil dengan alasan telah ada lembaga-lembaga demokrasi, semacam DPR, MPR, dan pemerintah.
Bagi Gus Dur, demokrasi harus menjadi kualitas kehidupan politik. Pada tahun 1992, Gus Dur bahkan telah menggagas lahirnya Mahkamah Konstitusi yang menjadi jembatan antara masyarakat dengan negara. Tugasnya antara lain melakukan judicial review atas UU yang menindas rakyat. Pasalnya, negara seringkali menggunakan tafsir tunggal atas konstitusi. Hebatnya, ide brilian ini lahir di saat banyak kalangan belum memikirkannya sama sekali.

Dalam hal persamaan di hadapan hukum (musawah), ketika menjabat sebagai presiden, Gus Dur lebih banyak tergerak dalam proyek membela minoritas. Sebut saja misalnya, memulihkan hak politik anak cucu PKI yang diberangus rezim Orba. Selain itu, Gus Dur juga memberikan suaka budaya kepada minoritas Tionghoa yang selama ini tidak diakui negara. Dibukanya kran kebebasan melaksanakan perayaan Imlek (tahun baru China) tak ayal membuat warga keturunan Tiongkok menyematkan gelar Bapak Tionghoa kepada Gus Dur.
Pertanyaannya kemudian, apa makna humanisme Islam menurut Gus Dur? Yakni nilai-nilai kemanusiaan yang berpijak dari nilai Islam. Setidaknya ada dua hal. Pertama, kemanusiaan yang ditetapkan oleh Allah (human dignity). Cara tuhan memuliakan manusia: 1) menjadikannya dalam bentuk yang paling sempurna, tidak terbatas fisik, namun juga psikis dan rohani; 2) mengangkat manusia sebagai wakil-Nya di muka bumi untuk mewujudkan kesejahteraan bagi sesama.

Perlindungan atas lima hak dasar manusia (ushul al-khamsah): 1) hak hidup (hifdz al-nafs); 2) hak beragama (hifdz al-din); 3) hak berpikir (hifdz al-aql); 4) hak kepemilikan (hifdz al-mal); dan 5) hak berkeluarga (hifdzu al-nasl). (hlm. 65). Dari sinilah dibutuhkan pendirian “negara kesejahteraan” lslam, bukan negara lslam. Jika yang terakhir merujuk pada pendirian negara berdasarkan formalisme syariat lslam, maka yang pertama merujuk pada negara yang bertujuan menegakkan tujuan utama syariat, yang bermuara pada kesejahteraan rakyat. “Negara kesejahteraan” lslam ini bisa berbentuk negara-bangsa modern, yang diterangi oleh nilai-nilai etis lslam. Pada titik ini, dibutuhkanlah struktur masyarakat yang demokratis, adil, yang menganut equality before the law.
Kutipan diatas saya kira sudah cukup memberikan kita sebuah kesadaran mengenai masalah-masalah yang dihadapi oleh Pemuda (Mahasiswa). Bahwa silaturahim lah yang akan membuat gerakan Mahasiswa semakin massif. Juga menumbuhkan semangat kaum muda dari sudut pandang yang berbeda. Bahwa perjuangan kaum mudah tidak hanya sekedar sebagai tanggung jawab sebagi Pemuda, tapi lebih dalam kita melihat bahwa ada banyak nilai yang terkandung dalam perjuangan tersebut. Misalnya nilai-nilai keislaman serta nilai-nilai kemanusiaan. Juga kita bisa memetik sebuah metodologi yang digunakan Bapak kemanusian dalam mewujudkan sebuah perubahan yang ideal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar