Pribadi Muslim Berprestasi
Penulis: KH. Abdullah Gymnastiar
Sekiranya kita hendak
berbicara tentang Islam dan kemuliaannya, ternyata tidaklah cukup hanya berbicara mengenai
ibadah ritual belaka. Tidaklah cukup hanya berbicara seputar shaum, shalat,
zakat, dan haji. Begitupun jikalau kita berbicara tentang peninggalan
Rasulullah SAW, maka tidak cukup hanya mengingat indahnya senyum beliau, tidak
hanya sekedar mengenang keramah-tamahan dan kelemah-lembutan tutur katanya,
tetapi harus kita lengkapi pula dengan bentuk pribadi lain dari Rasulullah,
yaitu :beliau adalah orang yang sangat menyukai dan mencintai prestasi!
Hampir setiap perbuatan yang
dilakukan Rasulullah SAW selalu terjaga
mutunya. Begitu mempesona kualitasnya. Shalat beliau adalah shalat yang
bermutu tinggi, shalat yang prestatif, khusyuk namanya. Amal-amal beliau
merupakan amal-amal yang terpelihara kualitasnya, bermutu tinggi, ikhlas
namanya. Demikian juga keberaniannya, tafakurnya, dan aneka kiprah hidup
keseharian lainnya. Seluruhnya senantiasa dijaga untuk suatu mutu yang tertinggi.
Ya,
beliau adalah pribadi yang sangat menjaga prestasi dan mempertahankan kualitas
terbaik dari apa yang sanggup dilakukannya. Tidak heran kalau Allah Azza wa
Jalla menegaskan, "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri
tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah ..."
(QS. Al Ahzab [33] : 21)
Kalau
ada yang bertanya, mengapa sekarang umat Islam belum ditakdirkan unggul dalam
kaitan kedudukannya sebagai khalifah di muka bumi ini? Seandainya kita mau
jujur dan sudi merenung, mungkin ada hal yang tertinggal di dalam
menyuritauladani pribadi Nabi SAW. Yakni, kita belum terbiasa dengan kata
prestasi. Kita masih terasa asing dengan kata
kualitas. Dan kita pun kerapkali terperangah manakala mendengar
kata unggul. Padahal, itu merupakan
bagian yang sangat penting dari peninggalan Rasulullah SAW yang diwariskan
untuk umatnya hingga akhir zaman.
Akibat
tidak terbiasa dengan istilah-istilah tersebut, kita pun jadinya tidak lagi
merasa bersalah andaikata tidak tergolong menjadi orang yang berprestasi. Kita
tidak merasa kecewa ketika tidak bisa memberikan yang terbaik dari apa yang
bisa kita lakukan. Lihat saja shalat dan shaum kita, yang merupakan amalan yang
paling pokok dalam menjalankan syariat Islam.
Kita
jarang merasa kecewa andaikata shalat kita tidak khusyuk. Kita jarang merasa
kecewa manakala bacaan kita kurang indah dan mengena. Kita pun jarang kecewa
sekiranya shaum Ramadhan kita berlalu tanpa kita evaluasi mutunya.
Kita
memang banyak melakukan hal-hal yang ada dalam aturan agama tetapi kadang-kadang tidak tergerak untuk
meningkatkan mutunya atau minimal kecewa dengan mutu yang tidak baik. Tentu
saja tidak semua dari kita yang memiliki kebiasaan kurang baik semacam ini.
Akan tetapi, kalau berani jujur, mungkin
kita termasuk salah satu diantara yang jarang mementingkan kualitas. Padahal,
adalah sudah merupakan sunnatullah bahwa yang mendapatkan predikat terbaik
hanyalah orang-orang yang paling berkualitas dalam sisi dan segi apa yang Allah
takdirkan ada dalam episode kehidupan dunia ini. Baik dalam urusan duniawi
maupun ukhrawi, Allah Azza wa Jalla selalu
mementingkan penilaian terbaik dari mutu yang bisa dilakukan.
Misalnya
saja shalat, "Qadaflahal mu’minuun. Alladziina hum fii shalaatihim" (QS. Al Mu’minuun [23]
: 1-2). Amat sangat berbahagia serta beruntung bagi orang yang khusyuk dalam
shalatnya. Artinya, shalat yang terpelihara mutunya, yang dilakukan oleh orang
yang benar-benar menjaga kualitas
shalatnya. Sebaliknya, "Fawailullilmushalliin. Alladziina hum’an
shalatihim saahuun" (QS. Al Maa’uun [107] : 4-5). Kecelakaanlah bagi
orang-orang yang lalai dalam shalatnya!
Amal
baru diterima kalau benar-benar bermutu tinggi ikhlasnya. Allah Azza wa Jalla berfirman, "Padahal mereka
tidak disuruh, kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus
dan supaya mereka mendirikan shalat serta menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang
lurus" (QS. Al Bayyinah [98] : 5). Allah pun tidak memerintahkan kita,
kecuali menyempurnakan amal-amal ini semata-mata karena Allah. Ada riya sedikit
saja, pahala amalan kita pun tidak akan diterima oleh Allah Azza wa Jalla. Ini
dalam urusan ukhrawi.
Demikian
juga dalam urusan duniawi produk-produk yang unggul selalu lebih mendapat
tempat di masyarakat. Lebih mendapatkan kedudukan dan penghargaan sesuai dengan
tingkat keunggulannya. Para pemuda yang unggul juga bisa bermanfaat lebih
banyak daripada orang-orang yang tidak memelihara dan meningkatkan mutu
keunggulannya.
Pendek
kata, siapapun yang ingin memahami Islam secara lebih cocok dengan apa-apa yang
telah dicontohkan Rasul, maka bagian yang harus menjadi pedoman hidup adalah bahwa kita harus tetap
tergolong menjadi orang yang menikmati perbuatan dan karya terbaik, yang paling
berkulitas. Prestasi dan keunggulan adalah bagian yang harus menjadi lekat
menyatu dalam perilaku kita sehari-hari.
Kita
harus menikmati karya terbaik kita, ibadah terbaik kita, serta amalan terbaik yang harus kita tingkatkan. Tubuh
memberikan karya terbaik sesuai dengan syariat dunia sementara hati memberikan
keikhlasan terbaik sesuai dengan syariat agama. Insya Allah, di dunia kita akan
memperoleh tempat terbaik dan di akhirat
pun mudah-mudahan mendapatkan tempat dan balasan terbaik pula. Tubuh seratus
persen bersimbah peluh berkuah keringat dalam memberikan upaya terbaik, otak
seratus persen digunakan untuk mengatur strategi yang paling jitu dan paling
mutakhir, dan hati pun seratus persen memberikan tawakal serta ikhlas terbaik,
maka kita pun akan puas menjalani hidup yang singkat ini dengan perbuatan yang
Insya Allah tertinggi dan bermutu.
Inilah
justru yang dikhendaki oleh Al Islam, yang telah dicontohkan Rasulullah SAW
yang mulia, para sahabatnya yang terhormat, dan orang-orang shaleh
sesudahnya.Oleh sebab itu, bangkitlah dan jangan ditunda-tunda lagi untuk
menjadi seorang pribadi muslim yang berprestasi, yang unggul dalam potensi yang
telah dianugerahkan Allah SWT kepada setiap diri hamba-hambanya. Kitalah sebenarnya yang paling berhak menjadi manusia
terbaik, yang mampu menggenggam dunia ini, daripada mereka yang ingkar, tidak
mengakui bahwa segala potensi dan kesuksesan itu adalah anugerah dan karunia
Allah SWT, Zat Maha Pencipta dan Maha Penguasa atas jagat raya alam semesta
dan segala isinya ini!
Ingat,
wahai hamba-hamba Allah, "Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar dan beriman kepada Allah
...!’ (QS. Ali Imran [3] : 110).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar